Minggu, 24 Maret 2013

RUU BPJS - DPR Siapkan Hak Menyatakan Pendapat


Selasa, 23 August 2011

JAKARTA :  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa dimakzulkan, bila pemerintah tak kunjung menyepakati transformasi empat BUMN jaminan/asuransi sosial dan mendukung pengesahan segera RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).  

Beberapa anggota DPR telah menyiapkan pengajuan hak menyatakan pendapat terkait RUU BPJS dan akan meminta dukungan publik yang lebih luas. Ujung dari hak menyatakan pendapat itu adalah impeachment atau pemakzulan, tegas anggota Pansus RUU BPJS DPR Rieke Diah Pitaloka kepada SINDO kemarin. 

Dia mengaku heran dengan sikap Presiden yang seolah tidak berkutik menghadapi direksi keempat BUMN dan Menteri BUMN dalam isu transformasi ini. Keempat BUMN yang harus ditransformasi adalah PT Jamsostek,PT Askes,PT Taspen, dan PT Asabri. Pekan lalu pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati PT Askes ditransformasi menjadi BPJS I.  

Menteri Pemberdayaan Aparatur negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan menyatakan, seluruh warga negara akan mendapatkan jaminan kesehatan.Untuk warga miskin, pemerintah yang menanggungnya. Menurut Mangindaan,PT Askes dapat ditransformasi karena tidak memiliki peserta. 

Berbeda dengan PT Jamsostek, PT Taspen, dan PT Asabri yang dananya diambil dari peserta. Hal inilah yang membuat pemerintah sulit mentransformasikan ketiga BUMN itu menjadi BPJS. Faktor lainnya adalah benturan aturan. PT Askes dibentuk berdasarkan keputusan presiden (keppres), sedangkan PT Jamsostek dasar hukumnya undang-undang.  

Meski begitu, pemerintah berusaha mencari jalan keluarnya. Jamsostek, Asabri,Taspen itu kandari iuran, miliknya peserta, kilah Mangindaan. Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan, yang pertama akan dijamin adalah asuransi kesehatan karena lebih siap. 

Asuransi kesehatan terdiri atas Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat), Jamkesda (jaminan kesehatan daerah),Askes (asuransi kesehatan), dan Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), jelasnya. Lalu, berapa waktu ideal transformasi keempat BUMN hingga tuntas? Sekitar 10–12 tahun, sebutnya.  

Pada masa transisi, semua program tetap harus berjalan. Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) mengingatkan agar pemerintah memadukan dua sumber pendanaan penyelenggaraan jaminan sosial yaitu pajak dan iuran. 
Sekjen KAJS Said Iqbal mengatakan, sumber pendanaan jaminan sosial di berbagai negara terbagi tiga, yakni pajak, iuran, dan perpaduan keduanya.Apabila pemerintah menggunakan hanya menggunakan dana pajak,konsekuensinya tarif pajak dinaikkan. Hal ini dinilai justru akan memberatkan pekerja/buruh.  

Itu karena mereka yang akan merasakan langsung dampak kenaikan pajak.Negara-negara yang menggunakan pajak untuk menyelenggarakan jaminan sosial, tax ratio-nya di atas 20%.Sedangkan Indonesia,tax ratio-nya baru 11,9%. Jadi harus perpaduan keduanya, pajak dan iuran.

Pemerintah menanggung warga yang tidak mampu untuk mendapatkan jaminan sosial melalui pajak atau APBN. Dalam BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial),mereka disebut sebagai penerima bantuan iuran (PBI),sementara untuk pekerja formal akan dikenakan iuran. Jadi, konsep BPJS tidak menghilangkan peran negara untuk menanggung warga miskin, paparnya.  

Said Iqbal juga mengungkapkan, lambatnya pengesahan RUU BPJS mengakibatkan tiga RUU yang saat ini juga sedang dibahas DPR ikut terhambat. Ketiga RUU tersebut adalah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,RUU Perubahan UU No 39/2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, serta RUU Keperawatan. 

Menurut Said, ketiga RUU ini juga terkait erat dengan jaminan sosial.RUU BPJS menjadi kunci paket UU perburuhan atau ketenagakerjaan yang berkeadilan sosial.Waktu pengesahannya tersisa 47 hari lagi,kata Said.  

Dia mengingatkan, bila tetap ngotot mempertahankan badan penyelenggara jaminan/ asuransi sosial berbentuk BUMN (perusahaan terbatas/ PT) bukan nirlaba, berarti pemerintah tidak menghendaki adanya jaminan seumur hidup bagi seluruh masyarakat. Aneh saja ada kalangan buruh atau pekerja yang menolak jaminan kesehatan dan pensiun, katanya. 

Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Marlo Sitompul mengingatkan agar pemerintah melakukan verifikasi ulang data warga negara yang berpendapatan minim, untuk ditanggung perlindungan jaminan sosialnya atau bebas iuran
((hendry sihaloho/dyah ayu pamela) )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar