Minggu, 24 Maret 2013

Jangan Abaikan 9 Prinsip SJSN


Jakarta, Kamis 19 Mei 2011, Seputar Indonesia

JAKARTA : Pansus Rancangan Undang- Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) menilai, sembilan prinsip sistem jaminan sosial nasional (SJSN) harus secara eksplisit tertuang dalam RUU BPJS.
Hal-hal teknis, DPR siap berdiskusi, asal tidak ada pengabaian terhadap sembilan prinsip SJSN, kata anggota Pansus RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka saat dihubungi SINDO kemarin.Menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan sembilan prinsip SJSN mutlak ada. Saat ini sedang dipetakan bagaimana agar tercapai kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
Dari 263 daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah yang telah diajukan ke DPR, hanya 11 DIM yang tetap, 22 DIM mengalami perubahan redaksional, 25 DIM perubahan substansi, 143 DIM dihapus, dan 55 DIM penambahan substansi. Dari 143 DIM yang dihapus di antaranya berupa tujuh bab yang berisi asas, tujuan, dan ruang lingkup. Ketujuh bab yang dihapus tersebut, menurut Rieke, memuat dasar pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan dihapuskannya bab asas, ruang lingkup apa dasarnya karena itu merupakan dasar pembentukan UU? Karena itu sudah diatur dalam UU 10/2004 tentang peraturan perundang- undangan,ujarnya.
Anggota pansus lain, Surya Chandra, mengungkapkan bahwa status badan hukum BPJS seperti yang diinginkan pemerintah yakni hanya badan hukum akan menimbulkan multitafsir.Harus jelas badan hukumnya, privat atau publik. Ini karena dana amanat,badan hukum wali amanat ujar Chandra. Dia kembali menegaskan untuk menerapkan sembilan prinsip SJSN, yakni kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas,kepesertaan bersifat wajib,dana amanat, serta hasil pengelolaan dana jaminan sosial yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan kepentingan peserta.
Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali H Situmorang mengatakan, perubahan DIM yang dilakukan pemerintah terkait perbedaan persepsi yang diajukan DPR berbentuk badan tunggal,sedangkan DIM pemerintah yang baru BPJS berbentuk badan ganda (dua BPJS). DIM baru pemerintah mengacu konsep BPJS ganda, tentu polanya tidak tunggal, sehingga banyak perubahan, kata Chazali. Dia mengaku, merupakan hal biasa dalam penyusunan RUU bahwa ada tiga situasi di antaranya DIM pemerintah dan DPR sama,ada perubahan redaksional atau substansi,serta perubahan pasal sehingga mengajukan pasal pengganti.
Dari 235,7 jumlah rakyat Indonesia, hanya sekitar 95,1 juta atau 39% yang tercakup dalam berbagai skema jaminan kesehatan.Sebanyak 32 juta pekerja formal baru,4,5 juta pekerja atau 4% yang masuk skema kesehatan Jamsostek, serta hanya 76,4 juta warga miskin yang mendapat Jamkesmas. UU No 40/2004 tentang SJSN dan RUU BPJS diharapkan menjadi tonggak untuk menjalankan sistem jaminan sosial nasional prorakyat. Akses kesehatan yang buruk mengakibatkan tingkat harapan hidup masih buruk dan angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.
Guru besar kesehatan masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mendesak pemerintah untuk patuh pada UU SJSN dengan mentransformasikan empat BUMN yang selama ini mengelola jaminan sosial menjadi satu badan khusus. Niat pemerintah untuk mempertahankan empat BUMN (Jamsostek,Asabri, Askes, Taspen) dan membentuk dua badan baru pengelola jaminan sosial seperti yang tercantum dalam DIM menimbulkan berbagai pertanyaan. Amanat UU SJSN bukan badan baru. Tapi, transformasi dari empat BUMN yang ada menjadi BPJS, ujarnya saat dihubungi SINDO.
Bisa jadi, kata Thabrany, pemerintah ingin mempertahankan kontrol penuh pada dana sebesar Rp100 triliun yang berhasil dikumpulkan buruh dari iuran para buruh dalam program Jamsostek.Karena itu, pemerintah diminta terbuka mengumumkan alasan yang digunakan untuk mempertahankan empat BUMN tersebut. Ada juga kemungkinan empat BUMN bermasalah dan duitnya sudah tidak ada sehingga pemerintah terkesan menghindari audit yang harus dilakukan sebelum penggabungan, katanya.
((dyah ayu pamela) )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar