Minggu, 24 Maret 2013

30% Perempuan di Parlemen Sulit Terpenuhi

Pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen diperkirakan sulit terpenuhi. Selain karena belum adanya sanksi tegas dalam pasal pada Undang-Undang No 2/2008 tentang Partai Politik (Parpol), perolehan suara untuk calon legislator (caleg) perempuan ternyata amat rendah, terutama dari parpol menengah dan kecil.

Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan,pada Pemilu 2009 lalu, perolehan suara caleg perempuan dari tiga parpol dengan suara terbanyak pun tidak lebih dari 20%.“Kuncinya kan di komitmen politik parpol karena memang pasal itu tidak ada sanksinya dan ternyata amat rendah perolehannya,” ujar Eva di Jakarta akhir pekan lalu.

PDIP sendiri,menurut Eva, sangat berupaya memenuhi ketentuan tersebut.Meski perolehan total suara turun dari 105 kursi pada 2004 menjadi 94 kursi pada 2009, komposisi perempuannya naik, dari 12 orang menjadi 18 orang. Anggota Komisi III DPR ini mengemukakan, pemenuhan kuota perempuan sudah dipenuhi untuk pencalegan pusat, tapi semakin rendah jumlahnya di pencalegan daerah.

Menurut dia, PDIP telah menata struktur atau fungsi mekanismenya agar perekrutan perempuan cukup memenuhi stok pencalegan. Namun yang paling penting adalah bagaimana memastikan semakin banyak perempuan diposisikan pada electable numbers,nomor urut 1 atau 2.Di sisi lain,para caleg perempuan yang diusung amat tergantung pada visi dan keterampilan berpolitik mereka. “Jadi isu capacity buildinglebih menjamin perwakilan perempuan yang substantif dari pada jumlah semata,”jelasnya. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsyi mengatakan, angka keterwakilan perempuan di parlemen tidak bisa dipaksakan.

Menurut dia,capaian 18% sebetulnya sudah sangat luar biasa. Karena itu PKS melakukan prakondisi agar target kuota 30% bisa terpenuhi. “PKS melakukan pendidikan politik untuk perempuan, baik melalui kegiatan di struktur partai maupun Pos Wanita Keadilan ataupun Santika,”ungkapnya. Anggota Komisi III DPR ini berharap, target keterwakilan perempuan harus diimbangi dengan suplai sumber daya yang mumpuni. Para kader perempuan parpol juga harus mendapat tempaan kaderisasi yang cukup agar mumpuni dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.

Harapannya, partisipasi aktif para kader perempuan PKS tidak hanya akan mampu menjawab kuota 30%, tetapi juga ketersediaan kader berkualitas. Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Akbar Faizal mengatakan,kewajiban pemenuhan kuota 30% perempuan di parlemen mengartikan seakan-akan DPR kekurangan perempuan cerdas dan layak. Padahal ada banyak perempuan cerdas di Indonesia, sayangnya yang tertarik masuk parpol sangat sedikit.

“Akhirnya kebanyakan yang terjun justru karena kedekatan dengan pejabat parpol atau keluarga pejabat dan sayangnya kualitas mereka menyedihkan,”ujarnya.****(Dyah Ayu Pamela)
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/458671/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar