Selasa, 23 August 2011
JAKARTA : Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) bisa dimakzulkan, bila pemerintah tak kunjung menyepakati
transformasi empat BUMN jaminan/asuransi sosial dan mendukung pengesahan segera
RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Beberapa anggota DPR telah menyiapkan pengajuan hak menyatakan pendapat
terkait RUU BPJS dan akan meminta dukungan publik yang lebih luas. Ujung dari
hak menyatakan pendapat itu adalah impeachment atau pemakzulan, tegas anggota
Pansus RUU BPJS DPR Rieke Diah Pitaloka kepada SINDO kemarin.
Dia mengaku heran dengan sikap Presiden yang seolah tidak berkutik
menghadapi direksi keempat BUMN dan Menteri BUMN dalam isu transformasi ini.
Keempat BUMN yang harus ditransformasi adalah PT Jamsostek,PT Askes,PT Taspen,
dan PT Asabri. Pekan lalu pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati PT Askes
ditransformasi menjadi BPJS I.
Menteri Pemberdayaan Aparatur negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan
menyatakan, seluruh warga negara akan mendapatkan jaminan kesehatan.Untuk warga
miskin, pemerintah yang menanggungnya. Menurut Mangindaan,PT Askes dapat
ditransformasi karena tidak memiliki peserta.
Berbeda dengan PT Jamsostek, PT Taspen, dan PT Asabri yang dananya diambil
dari peserta. Hal inilah yang membuat pemerintah sulit mentransformasikan ketiga
BUMN itu menjadi BPJS. Faktor lainnya adalah benturan aturan. PT Askes dibentuk
berdasarkan keputusan presiden (keppres), sedangkan PT Jamsostek dasar hukumnya
undang-undang.
Meski begitu, pemerintah berusaha mencari jalan keluarnya. Jamsostek,
Asabri,Taspen itu kandari iuran, miliknya peserta, kilah Mangindaan. Kepala
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Usman Sumantri
mengatakan, yang pertama akan dijamin adalah asuransi kesehatan karena lebih
siap.
Asuransi kesehatan terdiri atas Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat),
Jamkesda (jaminan kesehatan daerah),Askes (asuransi kesehatan), dan Jamsostek
(jaminan sosial tenaga kerja), jelasnya. Lalu, berapa waktu ideal transformasi
keempat BUMN hingga tuntas? Sekitar 10–12 tahun, sebutnya.
Pada masa transisi, semua program tetap harus berjalan. Komite Aksi Jaminan
Sosial (KAJS) mengingatkan agar pemerintah memadukan dua sumber pendanaan
penyelenggaraan jaminan sosial yaitu pajak dan iuran.
Sekjen KAJS Said Iqbal mengatakan, sumber pendanaan jaminan sosial di
berbagai negara terbagi tiga, yakni pajak, iuran, dan perpaduan
keduanya.Apabila pemerintah menggunakan hanya menggunakan dana
pajak,konsekuensinya tarif pajak dinaikkan. Hal ini dinilai justru akan
memberatkan pekerja/buruh.
Itu karena mereka yang akan merasakan langsung dampak kenaikan
pajak.Negara-negara yang menggunakan pajak untuk menyelenggarakan jaminan
sosial, tax ratio-nya di atas 20%.Sedangkan Indonesia,tax ratio-nya baru 11,9%.
Jadi harus perpaduan keduanya, pajak dan iuran.
Pemerintah menanggung warga yang tidak mampu untuk mendapatkan jaminan
sosial melalui pajak atau APBN. Dalam BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial),mereka disebut sebagai penerima bantuan iuran (PBI),sementara untuk
pekerja formal akan dikenakan iuran. Jadi, konsep BPJS tidak menghilangkan
peran negara untuk menanggung warga miskin, paparnya.
Said Iqbal juga mengungkapkan, lambatnya pengesahan RUU BPJS mengakibatkan
tiga RUU yang saat ini juga sedang dibahas DPR ikut terhambat. Ketiga RUU
tersebut adalah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,RUU Perubahan UU No
39/2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, serta RUU Keperawatan.
Menurut Said, ketiga RUU ini juga terkait erat dengan jaminan sosial.RUU
BPJS menjadi kunci paket UU perburuhan atau ketenagakerjaan yang berkeadilan
sosial.Waktu pengesahannya tersisa 47 hari lagi,kata Said.
Dia mengingatkan, bila tetap ngotot mempertahankan badan penyelenggara
jaminan/ asuransi sosial berbentuk BUMN (perusahaan terbatas/ PT) bukan
nirlaba, berarti pemerintah tidak menghendaki adanya jaminan seumur hidup bagi
seluruh masyarakat. Aneh saja ada kalangan buruh atau pekerja yang menolak
jaminan kesehatan dan pensiun, katanya.
Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Marlo Sitompul
mengingatkan agar pemerintah melakukan verifikasi ulang data warga negara yang
berpendapatan minim, untuk ditanggung perlindungan jaminan sosialnya atau bebas
iuran
((hendry sihaloho/dyah ayu pamela) )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar