Pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen diperkirakan
sulit terpenuhi. Selain karena belum adanya sanksi tegas dalam pasal
pada Undang-Undang No 2/2008 tentang Partai Politik (Parpol), perolehan
suara untuk calon legislator (caleg) perempuan ternyata amat rendah,
terutama dari parpol menengah dan kecil.
Wakil Ketua Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Eva Kusuma Sundari
mengatakan,pada Pemilu 2009 lalu, perolehan suara caleg perempuan dari
tiga parpol dengan suara terbanyak pun tidak lebih dari 20%.“Kuncinya kan di komitmen politik parpol karena memang pasal itu
tidak ada sanksinya dan ternyata amat rendah perolehannya,” ujar Eva di
Jakarta akhir pekan lalu.
PDIP sendiri,menurut Eva, sangat berupaya
memenuhi ketentuan tersebut.Meski perolehan total suara turun dari 105
kursi pada 2004 menjadi 94 kursi pada 2009, komposisi perempuannya naik,
dari 12 orang menjadi 18 orang. Anggota Komisi III DPR ini
mengemukakan, pemenuhan kuota perempuan sudah dipenuhi untuk pencalegan
pusat, tapi semakin rendah jumlahnya di pencalegan daerah.
Menurut dia, PDIP telah menata struktur atau fungsi mekanismenya agar
perekrutan perempuan cukup memenuhi stok pencalegan. Namun yang paling
penting adalah bagaimana memastikan semakin banyak perempuan diposisikan
pada electable numbers,nomor urut 1 atau 2.Di sisi lain,para caleg
perempuan yang diusung amat tergantung pada visi dan keterampilan
berpolitik mereka. “Jadi isu capacity buildinglebih menjamin perwakilan
perempuan yang substantif dari pada jumlah semata,”jelasnya. Ketua DPP
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsyi mengatakan, angka
keterwakilan perempuan di parlemen tidak bisa dipaksakan.
Menurut dia,capaian 18% sebetulnya sudah sangat luar biasa. Karena
itu PKS melakukan prakondisi agar target kuota 30% bisa terpenuhi. “PKS
melakukan pendidikan politik untuk perempuan, baik melalui kegiatan di
struktur partai maupun Pos Wanita Keadilan ataupun Santika,”ungkapnya.
Anggota Komisi III DPR ini berharap, target keterwakilan perempuan harus
diimbangi dengan suplai sumber daya yang mumpuni. Para kader perempuan
parpol juga harus mendapat tempaan kaderisasi yang cukup agar mumpuni
dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.
Harapannya, partisipasi aktif para kader perempuan PKS tidak hanya
akan mampu menjawab kuota 30%, tetapi juga ketersediaan kader
berkualitas. Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Akbar Faizal
mengatakan,kewajiban pemenuhan kuota 30% perempuan di parlemen
mengartikan seakan-akan DPR kekurangan perempuan cerdas dan layak.
Padahal ada banyak perempuan cerdas di Indonesia, sayangnya yang
tertarik masuk parpol sangat sedikit.
“Akhirnya kebanyakan yang terjun justru karena kedekatan dengan
pejabat parpol atau keluarga pejabat dan sayangnya kualitas mereka
menyedihkan,”ujarnya.****(Dyah Ayu Pamela)
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/458671/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar