JAKARTA : Pansus Rancangan Undang-
Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) menilai, sembilan prinsip
sistem jaminan sosial nasional (SJSN) harus secara eksplisit tertuang dalam RUU
BPJS.
Hal-hal teknis, DPR siap berdiskusi,
asal tidak ada pengabaian terhadap sembilan prinsip SJSN, kata anggota Pansus
RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka saat dihubungi SINDO kemarin.Menurutnya, hal-hal
yang berkaitan dengan sembilan prinsip SJSN mutlak ada. Saat ini sedang
dipetakan bagaimana agar tercapai kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
Dari 263 daftar inventaris masalah
(DIM) pemerintah yang telah diajukan ke DPR, hanya 11 DIM yang tetap, 22 DIM
mengalami perubahan redaksional, 25 DIM perubahan substansi, 143 DIM dihapus,
dan 55 DIM penambahan substansi. Dari 143 DIM yang dihapus di antaranya berupa
tujuh bab yang berisi asas, tujuan, dan ruang lingkup. Ketujuh bab yang dihapus
tersebut, menurut Rieke, memuat dasar pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dengan dihapuskannya bab asas, ruang lingkup apa dasarnya karena itu merupakan
dasar pembentukan UU? Karena itu sudah diatur dalam UU 10/2004 tentang
peraturan perundang- undangan,ujarnya.
Anggota pansus lain, Surya Chandra,
mengungkapkan bahwa status badan hukum BPJS seperti yang diinginkan pemerintah
yakni hanya badan hukum akan menimbulkan multitafsir.Harus jelas badan
hukumnya, privat atau publik. Ini karena dana amanat,badan hukum wali amanat
ujar Chandra. Dia kembali menegaskan untuk menerapkan sembilan prinsip SJSN,
yakni kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
portabilitas,kepesertaan bersifat wajib,dana amanat, serta hasil pengelolaan
dana jaminan sosial yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
kepentingan peserta.
Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) Chazali H Situmorang mengatakan, perubahan DIM yang
dilakukan pemerintah terkait perbedaan persepsi yang diajukan DPR berbentuk
badan tunggal,sedangkan DIM pemerintah yang baru BPJS berbentuk badan ganda
(dua BPJS). DIM baru pemerintah mengacu konsep BPJS ganda, tentu polanya tidak
tunggal, sehingga banyak perubahan, kata Chazali. Dia mengaku, merupakan hal
biasa dalam penyusunan RUU bahwa ada tiga situasi di antaranya DIM pemerintah
dan DPR sama,ada perubahan redaksional atau substansi,serta perubahan pasal
sehingga mengajukan pasal pengganti.
Dari 235,7 jumlah rakyat Indonesia,
hanya sekitar 95,1 juta atau 39% yang tercakup dalam berbagai skema jaminan
kesehatan.Sebanyak 32 juta pekerja formal baru,4,5 juta pekerja atau 4% yang
masuk skema kesehatan Jamsostek, serta hanya 76,4 juta warga miskin yang
mendapat Jamkesmas. UU No 40/2004 tentang SJSN dan RUU BPJS diharapkan menjadi
tonggak untuk menjalankan sistem jaminan sosial nasional prorakyat. Akses
kesehatan yang buruk mengakibatkan tingkat harapan hidup masih buruk dan angka
kematian ibu di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.
Guru besar kesehatan masyarakat
Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mendesak pemerintah untuk patuh
pada UU SJSN dengan mentransformasikan empat BUMN yang selama ini mengelola
jaminan sosial menjadi satu badan khusus. Niat pemerintah untuk mempertahankan
empat BUMN (Jamsostek,Asabri, Askes, Taspen) dan membentuk dua badan baru
pengelola jaminan sosial seperti yang tercantum dalam DIM menimbulkan berbagai
pertanyaan. Amanat UU SJSN bukan badan baru. Tapi, transformasi dari empat BUMN
yang ada menjadi BPJS, ujarnya saat dihubungi SINDO.
Bisa jadi, kata Thabrany, pemerintah
ingin mempertahankan kontrol penuh pada dana sebesar Rp100 triliun yang
berhasil dikumpulkan buruh dari iuran para buruh dalam program Jamsostek.Karena
itu, pemerintah diminta terbuka mengumumkan alasan yang digunakan untuk mempertahankan
empat BUMN tersebut. Ada juga kemungkinan empat BUMN bermasalah dan duitnya
sudah tidak ada sehingga pemerintah terkesan menghindari audit yang harus
dilakukan sebelum penggabungan, katanya.
((dyah ayu pamela) )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar