Jakarta, Kamis 04 Agustus 2011, Seputar Indonesia -
JAKARTA : Penerapan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) sebagai sistem
pembiayaan kesehatan nasional menyeluruh hanya akan mencakup pelayanan kesehatan
dasar. BPJS tidak menjamin jenis penyakit berbiaya tinggi (katastrofik).
Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, dengan
adanya BPJS,bukan berarti semua penyakit termasuk penyakit kronik dijamin
pemerintah. Jika semuanya kita jamin, dalam waktu singkat keuangan negara akan
tergerus, ungkap Endang seusai menghadiri pelantikan pengurus kedokteran
komunitas di Jakarta kemarin.
Menurut dia, pembatasan ini hasil pembelajaran dari negara- negara seperti
Amerika Serikat dan Brasil yang memiliki pengalaman dalam penerapan jaminan
kesehatan menyeluruh (universal coverage). Dua negara itu telah menerapkan
universal coverage dengan terlalu banyak yang dijaminkan.
Namun, akhirnya keuangan dua negara tersebut justru terganggu. Karena itu,
Menkes menilai, BPJS harus dimulai dari penjaminan kesehatan mendasar. Setelah
itu akan ditambahkan dengan penjaminan yang lain.Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) akan membuat spesifikasi jaminan kesehatan dasar yang akan dijamin
BPJS.
Segala indikasi medis dengan pelayanan yang rasional dan efisien. Kemenkes
akan membuat daftar penyakit apa saja yang akan mendapat jaminan BPJS. Menkes
mengungkapkan, bila melihat berita di media massa, harapan masyarakat terlalu
besar terhadap BPJS. Ada kesan jika BPJS diterapkan, pasien kartrosevik atau
penyakit kronik pasti akan dijamin.
Padahal, tidak demikian. Saat ini jaminan kesehatan masih terbagi-bagi
antara Askes, Jamsostek, Asabri, Jamkesmas, dan Jamkesda. Endang mengatakan,
dengan BPJS, sistem jaminan kesehatan di Indonesia akan menjadi lebih baik. Dengan
BPJS, kita akan memiliki satu sistem nasional yang portabilitasnya tinggi, tandasnya.
Artinya, siapa pun yang sakit, bila orang tersebut berdomisili di
Jakarta,bisa diobati di wilayah lain seperti Sumatera meskipun tidak termasuk
dalam peserta Jamkesmas.Begitu pun untuk orang yang dari Papua bisa berobat di
Jakarta, kata Endang.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo
mengatakan, IDI akan ikut memberikan masukan untuk spesifikasi pelayanan
kesehatan dasar yang akan dijamin BPJS.Dia berharap,perhimpunan kedokteran
komunitas juga dapat berperan dalam memberi masukan.
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, jika mengacu pada
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), BPJS harus
mengakomodasi seluruh jaminan kesehatan dasar yang meliputi penyuluhan,
pelayanan keluarga berencana (KB), rawat inap, rawat jalan, obat, cuci darah,
dan operasi.
Menurut dia, jika BPJS hanya dibatasi penyakit tertentu, BPJS tidak jauh
lebih baik dari Jamkesmas yang menjamin kesehatan dasar. Politikus PDIP ini
mengatakan, kemungkinan hanya 25% dari alokasi anggaran pemerintah per tahun
yang akan dipakai untuk BPJS ini. Dengan asumsi, orang sakit tidak secara
bersamaan.
Sebenarnya, negara memiliki kemampuan untuk itu. Bila anggaran tidak
mencukupi, bisa minta tambah ke DPR. Itulah fungsi DPR,ungkapnya. Menurut dia,
saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah kebijakan politik melalui penganggaran
dan sistem yang lebih baik,termasuk terobosan-terobosan.
Bagaimanapun negara harus berupaya hadir dalam peristiwa di mana rakyat
membutuhkan peran negara untuk melindunginya.Hal ini juga sesuai amanat
undang-undang. Ini soal political will.Itu harus diperjuangkan dan diwujudkan,
tandasnya. Karena itu,menurut Rieke, seharusnya ke depan tidak ada lagi
orang-orang yang sakit ditolak oleh rumah sakit karena tidak memiliki biaya.Di
sinilah peran negara dibutuhkan.
Negara harus hadir dalam kesukaran rakyat.Dana-dana sosial dari masyarakat,urunan
untuk membantu sesama,boleh saja, namun bukan berarti tanggung jawab negara
menjadi lalai, tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar