Tanpa rencana, siang itu bus Trans
Sarbagita (kalau di Jakarta mirip bus Trans Jakarta) yang aku naiki
ternyata menuju wilayah Nusa Dua. Aku pikir tidak apalah, rencana ke
wilayah utara Bali harus batal, toh ke daerah Ubud sana pun sudah tidak
cukup waktu.
Berkunjung ke Museum, sebenarnya bukan
hal yang terlihat seru. Tapi kadang menariknya, ada hal-hal tertentu
diluar dari biasanya, mengunjungi museum ternyata membawa pengetahuan
baru dan jadi cara mengenal yang unik. Seperti kesan magis dari
patung-patung dan benda purbakala. Tidak pernah ada perasaan seperti
ini, aneh, mistis, seperti tidak sedang seorang diri ketika di ruangan
itu. beda sekali atmosfernya saat masuk ruang pamer pertama yang berisi
karya lukisan seniman asal Indonesia.
Semua orang pasti setuju, kalau Bali punya sejuta pesona. Karenanya
tak mengherankan meski berkali-kali ke pulau dewata ini tak pernah ada
kata bosan ataupun berharap untuk tidak kembali. Tapi sesering apa
mengunjungi Bali, apa iya kita sudah benar-benar mengenal kultur,
kebiasaan, budaya, dan latar belakang masa lalunya? Salah satunya lewat
Miguel Covarrubias Bali bisa dikenal hingga ke benua lain, ketika buku
karyanya berjudul Island of Bali terbit pada 1937.
Karya-karyanya berupa lukisan, foto, dan gambar-gambar hasil guratannya
dipamerkan di Museum Pasifika, Nusa Dua, Bali.
salah satu sudut di museum pasifika |
Kembali pada sosok yang mengenalkan Bali,
siapa sebenarnya Covarrubias itu? José Miguel Covarrubias Duclaud (22
November 1904 – 4 Februari 1957) adalah seorang pelukis dan karikatunis
asal Meksiko, juga etnolog dan sejarawan yang pada tahun 1930 silam
datang ke Bali, melakukan penelitian tentang masyarakat Bali.
Covarrubias menyusuri seluruh wilayah pulau Bali dan berkat penelitian
yang dilakukannya dia berhasil mengenal penduduk dan kebiasaan mereka.
Agama dan keluarga merupakan elemen yang penting dalam kehidupan
masyarakat Bali, sesuatu yang mirip dengan kebudayaan Meksiko. Melalui
berbagai foto, gambar, lukisan, dia menggambarkan esensi pulau, warna,
tekstur, serta kehangatan pemandangan alam dan penduduknya, dari
gambar-gambar tentang kesederhanaan dari “masyarakat yang sederhana”
kita dapat mengetahui dengan rinci bagaimana masyarakat dan kehidupan
sehari-hari di Bali.
bagian mistis di museum ini adalah sudut tentang benda purbakala |
Salah satu yang menarik perhatian
Covarrubias adalah seni tari Bali dan keterampilan yang dimiliki oleh
penduduk sejak usia muda. Dalam setiap acara ada tarian dan musik yang
berbeda denhan kostum mewah dan hiasa kepala yang sama sekali tidak
sederhana. Garis-garis spontan dari banyak gambar yang dibuat
Covarrubias juga memperlihatkan gerakan penari dalam fase berbeda. Musik
dan tari yang dimiliki masyarakat Bali berasal dari dewa.
Salah satu kutipan yang diambil dari
artikel yang dipajang di ruang pamer menyebutkan berbagai hasil
penelitian Covarrubias tentang masyarakat Bali. “Di Bali sebuah perayaan
tidaklah lengkap tanpa adanya pertunjukan musik, tari, dan teater. Seni
tari Bali benar-benar meupakan sebuah pertunjukan, ditarikan untuk
menghibur penonton dan sebagai unjuk kebolehan. Bentuk-bentuk ekspresi
bahasa tubuh yang berhubungan dengan ritual yang magis.” Miguel
Covarrubias
Museum Pasifika menampilkan 115 gambar, lukisan dan foto-foto yang
menunjukkan nilai seni, dokumenter karya seniman Meksiko dan kekayaan
Bali. Tiket masuknya Rp. 70.000 / $ 5 dollar untuk warga lokal dan
sekitar $10 Dollar untuk warga asing (jujur ini terlalu murah). Sesuai
namanya, Museum Pasifika juga berisi koleksi dari banyak negara termasuk
Asia Pasifik. Ruangan lainnya berisi karya-karya lukisan warga Italia
yang pernah mengeksplorasi seni di Bali, seperti Renato Chsritiano,
Gilda Ambron, dan Piero Antonio Garriazo. Lalu, ruang yang penuh diorama
pelukis Belanda yang sempat tinggal di Bali yakni Wilem Gerard Hofker,
Isac Israel, dan Hendrik Paulides.
Sebuah perjalanan sederhana
November 2013
(Dyah Ayu Pamela)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar