Wednesday, 01 February 2012 | |||
JAKARTA – Salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah
masih banyaknya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Setidaknya tercatat 3 juta lebih keluarga dari rumah tangga masih hidup dalam kemiskinan. Pemerintah pun menggagas sejumlah program untuk mengentaskan para keluarga miskin ini. Salah satunya melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang digulirkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Melalui program ini, ditargetkan pada 2014 sebanyak 3 juta keluarga miskin bisa terentaskan. ”Nanti pada 2014 dari segmen keluarga yang sangat miskin bisa terangkat dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik,” tegas Kepala Badan Pendidikan dan Litbang Kemensos Harry Hikmat di Jakarta kemarin. Sementara itu untuk kelompok anak miskin termarginalkan dan belum teregister bantuan PKH, seperti anakanak yang tinggal di kolong jembatan, pinggir kali,bantaran rel kereta, akan ditutupi dengan program kesejahteraan sosial anak dengan bantuan Rp1,5 juta per anak setiap tahun dengan pola conditional cash transfer. Sedangkan PKH dengan dana Rp800.000–2,2 juta per keluarga, bergantung pada jumlah keluarga. Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufrie mengatakan, PKH pada tahun 2012 difokuskan pada pelayanan ibu dan anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. ”PKH yang memegang kunci adalah ibu. Ibu harus bisa memberikan kesehatan kepada anaknya, termasuk mendorong anak ke sekolah,” ungkapnya. Mensos mengklaim, program PKH dinilai berhasil. Tahun ini,menurut dia,sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang mendapatkan PKH sebanyak 1,5 juta dan diharapkan setelah keluarga sudah mendapat bantuan yang berjalan enam tahun itu, RTSM tersebut dapat keluar dari kategori miskin. dyah ayu pamela/ robbi khadafi |
Selasa, 22 Februari 2011
Kualitas Hidup Warga Miskin - Ditargetkan Naik Pada 2014
Sabtu, 12 Februari 2011
Jaminan Sosial Tak Lagi di BUMN
Selasa 31 Mei 2011, Seputar Indonesia
JAKARTA : Pemerintah tak lagi ngotot
mempertahankan keberadaan BUMN sebagai pelaksana pelayanan jaminan sosial.
Namun ajuan formulasi baru tetap perlu dikritisi.
Direktur Eksekutif Institut Jaminan
Sosial Indonesia (IJSI) Cuncun Jaya mengatakan, mengacu pada best practice
penyelenggaraan jaminan sosial di luar negeri, badan penyelenggara jaminan
sosial (BPJS) seharusnya merupakan badan hukum independen seperti Bank
Indonesia (BI). Pembentukannya pun sama-sama melalui UU.
Menurut dia,sembilan prinsip
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) tidak memuat atau
mengatur bahwa BPJS harus berada di mana atau di bawah siapa. Namun,melihat
naskah akademik UU SJSN, jelas bahwa BPJS berada di bawah Presiden yang dibantu
DJSN (Dewan Jaminan sosial Nasional), bukan di bawah kementerian tertentu
terlebih Kementerian BUMN, ujar Cuncun di Jakarta kemarin.
Pembentukan dua BPJS versi
pemerintah, lanjut dia, lebih memenuhi amanat UU SJSN dan Keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 007/PUU-III/2005 dibandingkan versi DPR yang ingin
melebur empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi satu BPJS. Namun perlu diingat bahwa BPJS harus merupakan
transformasi dari empat BUMN yakni Asabri,Askes, Taspen, dan Jamsostek, bukan
badan baru seperti yang diinginkan oleh pemerintah.
Pembentukan BPJS merupakan amanat UU
SJSN yang disahkan pada 2004. Namun, pembahasan Rancangan Undang-Undang BPJS
antara pemerintah dan DPR sempat mandek. Ini karena kencangnya tarik ulur
seputar status BPJS. Pemerintah terkesan berat melepas penyelenggaraan dan
pengelolaan jaminan sosial yang selama ini berada di tangan BUMN berbentuk
perusahaan terbatas (PT).
Sementara itu, Ketua Yayasan Masa
Depan Rakyat Sejahtera (Madera) Odang Muchtar mengatakan,SJSN dan pendapat
pemerintah bisa samasama berjalan jika dicari sebuah pembenaran. Meneg BUMN
dibiarkan tetap menugaskan PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes untuk mengelola
pembayaran tunjangan pensiun, hari tua dan asuransi kesehatan khusus bagi PNS,
TNI,Polri,dan keluarganya.
Dengan demikian,UU BPJS akan
mengatur pembentukan dua BPJS dengan opsi sebagai penyelenggara program jangka
panjang seperti hari tua atau pensiun khusus bagi PNS, TNI,Polri,dan
keluarganya,sementara BPJS lainnya bertanggung jawab untuk program jangka
pendek seperti kesehatan dan kecelakaan.
Sementara itu, jika versi pemerintah
belum dapat terima DPR lantaran karakteristik penyelenggaraan jaminan sosial,
alternatif dua penyelenggara patut dipertimbangkan, yakni terdiri atas BPJS
untuk sektor formal dan BPJS pekerja mandiri. BPJS sektor formal melayani
tenaga kerja dalam hubungan kerja yang berjumlah sekitar 35 juta jiwa.Sedangkan
BPJS pekerja mandiri menyelenggarakan SJSN untuk petani, nelayan, tukang bakso,
pedagang di pasar,kaki lima,dan di sektor informal lainnya yang jumlahnya
mencapai sekitar 64 juta orang.
Anggota Panja RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka menyatakan, jaminan sosial yang ada sepertiAskes, Jamsostek,Taspen, dan Asabri cenderung diskriminatif dan limitatif.Tidak semua penduduk Indonesia mendapatkannya. Ini berbeda dengan lima jaminan sosial dalam SJSN yang meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan, jaminan hari tua,pensiun,dan jaminan kesehatan. Kelima jaminan tersebut merupakan jaminan sejak lahir hingga meninggal dunia, tegasnya.
Anggota Panja RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka menyatakan, jaminan sosial yang ada sepertiAskes, Jamsostek,Taspen, dan Asabri cenderung diskriminatif dan limitatif.Tidak semua penduduk Indonesia mendapatkannya. Ini berbeda dengan lima jaminan sosial dalam SJSN yang meliputi jaminan kesehatan, kecelakaan, jaminan hari tua,pensiun,dan jaminan kesehatan. Kelima jaminan tersebut merupakan jaminan sejak lahir hingga meninggal dunia, tegasnya.
Politikus PDIP ini meminta dukungan
publik agar RUU BPJS segera disahkan. Versi pemerintah,masyarakat membayar dua
kali iuran kepada dua lembaga, ungkapnya.
Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, kelembagaan BPJS masih bisa
dikompromikan.
Sementara itu,Ketua Panja RUU BPJS
Ahmad Nizar Sihab mengungkapkan, pemerintah sudah sepakat bahwa keempat BUMN
akan ditransformasikan program dan lembaganya, namun memerlukan masa transisi
dalam prosesnya yang akan dibahas di masa bab peralihan. Nizar juga menyatakan
bahwa pemerintah sudah sepakat untuk menjadikan BPJS memiliki badan wali
amanah.
Persoalannya apakah empat BUMN
penyelenggara jaminan sosial yang sudah ada dilebur atau tetap eksis tanpa
audit karena dibentuk badan baru yang nonprofit. Panitia Kerja (Panja) Komisi
IX DPR mencatat tujuh hal yang perlu dibahas dengan pemerintah terkait daftar
isian masalah (DIM) RUU BPJS dalam rapat tadi malam.Wakil Ketua Panja RUU BPJS
Ferdiansyah menjelaskan, tujuh hal yang perlu mendapatkan persamaan persepsi
adalah definisi BPJS, jumlah BPJS, badan hukum,organ struktur, masa peralihan,
bab kepesertaan,dan sanksi.
Menurut Ferdiansyah, jumlah BPJS
mengenai fleksibel tunggal atau multi.Sedangkan badan hukum terkait substansi
wali amanah. Terkait organ/ struktur,DPR sepakat dengan BPJS di bawah Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Dia mengatakan, masa peralihan dalam RUU BPJS
masih menunggu simulasi dari pemerintah.
Hingga berita ini diturunkan pukul
20.30 WIB tadi malam, rapat Panja RUU BPJS DPR dan pemerintah masih
berlangsung. Perwakilan pemerintah yang hadir dalam rapat panja RUU BPJS tadi
malam adalah Mulya (Sekretaris Menteri Keuangan), Chazali Situmorang mewakili
menteri sosial, dan Dirjen HAM Wahidudin Adam.
Sementara itu,sejumlah kalangan yang
tergabung dalam Petisi Rakyat Nasional meminta pemerintah secepatnya
mengesahkan RUU BPJS. Apalagi pembahasan RUU tersebut sudah berjalan hampir
tujuh tahun. Kami menilai, lambatnya pengesahan RUU BPJS menunjukkan pemerintah
kurang serius dalam memperhatikan rakyatnya. Padahal jaminan sosial ini merupakan
hal yang fundamental, kata inisiator Nasional Petisi Rakyat Dukung BPJS Andi
Gani Nena Wea, saat diskusi Petisi Rakyat Karawang Dukung BPJS di Karawang,Jawa
Barat, kemarin.
Menurut dia, perjuangan mendukung
BPJS bukan hanya dilakukan oleh serikat pekerja. Saat ini seluruh lapisan masyarakat
mendukung segera dibentuknya BPJS yang berpihak kepada kepentingan rakyat. Selain
di Jakarta, Karawang, aksi Petisi Rakyat ini juga dilakukan di Bandung,
Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Palembang,Papua,dan Bali, ungkapnya.
Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial
Said Iqbal yang hadir pada acara itu menilai,berteletelenya pembahasan RUU BPJS
karena banyak kepentingan. Padahal, membahas RUU Pramuka saja selesai dalam
hitungan minggu. Bayangkan UU Pramuka saja selesai dalam hitungan minggu,
tetapi UU yang terkait kemaslahatan rakyat sudah tujuh tahun pembahasannya,tapi
hingga kini belum selesai. Ini ada apa? Apa karena banyak kepentingan di sana? tanyanya.
(andi setiawan/ hendry sihaloho/ dyah ayu pamela/mn latief/ raden bagja mulyana)
(andi setiawan/ hendry sihaloho/ dyah ayu pamela/mn latief/ raden bagja mulyana)
Langganan:
Postingan (Atom)